Senin, 17 Februari 2014


Rumah Adat Jawa Timur

Rumah adat Jawa Timur adalah Joglo yang dasar filosofi dan arsitekturnya sama dengan rumah adat yang ada di Jawa Tengah Joglo. Rumah adat Joglo di Jawa Timur masih bisa banyak ditemui di daerah Ponorogo. Pengaruh Agama Islam yang berpadu dengan agama Hindu Budha dan kepercayaan animisme masih mengakar kuat dan sangat berpengaruh kepada arsitekturnya yang terlihat jelas dengan filsafat sikretismenya. Rumah Joglo pada umumnya terbuat dari bahan kayu Jati. Sebutan Joglo mengacu bentuk atapnya yang mengambil stilasi bentuk sebuah gunung. Stilasi bentuk gunung memilki tujuan untuk pengambilan filosofi yang terkandung di dalamnya serta diberi nama atap Tajug, namun untuk rumah hunian atau sebagai tempat tinggal, atapnya terdiri atas 2 tajug yang disebut dengan atap Joglo/Juglo/Tajug Loro. Dalam kehidupan orang Jawa gunung adalah sesuatu yang tinggi serta disakralkan dan banyak dituangkan dalam berbagai simbol, khususnya sebagai simbol-simbol yang yang berbau magis atau mistis. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh kuat keyakinan kalau gunung atau tempat yang tinggi merupakan tempat yang dianggap suci serta tempat tinggal para Dewa.

Rumah Adat Jawa Timur - gambarrumahh.com
Pengaruh dari kepercayaan animisme dan Hindu Budha masih begitu kental mempengaruhi bentuk serta tata ruang rumah Joglo tersebut, misalnya Dalam rumah adat Joglo, pada umumnya sebelum memasuki ruang induk kita akan melewati pintu yang mempunyai hiasan sulur gelung atau makara. Hiasan tersebut ditujukan sebagai tolak balak, menolak maksud-maksud jahat dari luar hal tersebut masih dipengaruhi oleh kepercayaan animisme. Sementara Kamar tengah adalah kamar sakral. Dalam kamar tersebut pemilik rumah biasanya akan menyediakan tempat tidur atau katil yang dilengkapi bantal guling, cermin serta sisir dari tanduk. Umumnya dilengkapi pula dengan lampu yang menyala pada siang serta malam yang berfungsi sebagai pelita, dan ukiran yang mempunyai makna sebagai pendidikan rohani, hal tersebut masih dalam pengaruh ajaran agama Hindu dan Budha.

Untuk rumah Joglo yang berada di pesisir pantai utara seperti Gresik, Lamongan dan Tuban unsur-unsur di atas di tiadakan sebab pengaruh Islam mulai masuk. Melalui akultrasi budaya jawa yang harmoni, penyebaran Islam berbaur dengan harmonis dengan budaya serta adat kepercayaan animisme, Hindu serta Budha. Islam juga mulai menjalar ke berbagai daerah lain di Jawa Timur, seperti Ngawi, Magetan, Madiun, Ponorogo, Pacitan, Tulungagung, Blitar, Kediri, Trenggalek, serta sebagian Bojonegoro, sementara kota-kota di bagian barat Jawa timur mempunyai kemiripan dengan rumah adat Jawa Tengah, terutamanya Surakarta dan Yogyakarta yang disebut-sebut sebagai kota pusat peradaban Jawa.

Rumah Joglo - kampungjoglo.wordpress.com
Rumah Joglo pun menyiratkan kepercayaan kejawen masyarakat Jawa yang berdasar sinkretisme. Keharmonisan antara hubungan manusia dengan sesamanya (“kawulo” dan “gusti”), dan hubungan antara manusia dengan lingkungan alam sekitar (“microcosmos” dan “macrocosmos”), tecermin dalam tata bangunan yang menyusun rumah joglo. Baik itu pada jumlah saka guru (tiang utama), pondasi, bebatur (tanah yang diratakan serta lebih tinggi dari tanah di sekelilingnya), serta beragam ornamen penyusun rumah joglo. Rumah adat Joglo sendiri memiliki banyak jenis, diantaranya seperti :
  • Joglo Lawakan
  • Joglo Jompongan
  • Joglo Pangrawit
  • Joglo Sinom
  • Joglo Mangkurat
Arsitektur rumah adata Joglo menyiratkan pesan-pesan kehidupan manusia pada kebutuhan “papan”. Bahwasanya rumah bukan hanya sekadar tempat berteduh, namun juga merupakan “perluasan” dari diri manusia itu sendiri. Berbaur secara harmoni dengan alam sekitar. Rumah Joglo umumnya sama pada bentuk global serta tata ruangnya.

Interior Rumah Adat Jawa Timur - rumahadat.blog.com
Rumah adat joglo yang mempunyai dua ruangan yakni :
  • Ruang depan (pendopo) yang berfungsi untuk:
    • tempat menerima tamu
    • balai pertemuan (sebab awalnya hanya dimiliki oleh para bangsawan dan kepala desa)
    • tempat mengadakan upacara-upacara adat
  • Ruang belakang yang terdiri atas :
    • kamar-kamar
    • dapur (pawon)
Sementara ruang utama ataupun ruang induk rumah joglo dibagi jadi tiga ruangan, yakni :
  • sentong tangen (kamar kanan)
  • sentong tengan (kamar tengah)
  • sentong kiwo (kamar kiri)
Umumnya rumah joglo pada bagian sebelah kiri ada dempil yang berfungsi untuk tempat tidur orang tua yang langsung dihubungkan dengan serambi belakang (pasepen) dan dipakai untuk aktifitas membuat kerajinan tangan. Sementara di sebelah kanan ada dapur, pendaringan serta tempat yang difungsikan sebagai penyimpan alat pertanian. Rumah adat Jawa Timur tak hanya berbentuk Joglo saja. Namun sebenarnya, ada pula yang berbentuk limasan (dara gepak), serta bentuk srontongan (empyak setangkep).

Gambar Rumah Joglo - Gambar Rumah Adat Jawa

Diposkan oleh po6ung on Kamis, 01 November 2012
Rumah Joglo merupakan rumah adat jawa timur yang bentuknya sangat mirip dengan rumah adat di daerah jawa tengah. Pada dasarnya arsitektur rumah adat ini banyak dipengaruhi kepercayaan animisme, agama hindu, budha yang berbaur dengan pengaruh agama islam.

Rumah Joglo terbuat dari kayu Jati yang banyak ditemui didaerah jawa. Istilah Joglo mengacu pada bentuk atapnya yang menyerupai gunung. Rumah Joglo juga menyiratkan kepercayaan kejawen masyarakat Jawa yang berdasarkan sinkretisme. Keharmonisan hubungan antara manusia dan sesamanya (“kawulo” dan “gusti”), serta hubungan antara manusia dengan lingkungan alam di sekitarnya (“microcosmos” dan “macrocosmos”), tecermin pada tata bangunan yang menyusun rumah joglo. Baik itu pada pondasi, jumlah saka guru (tiang utama), bebatur (tanah yang diratakan dan lebih tinggi dari tanah disekelilingnya), dan beragam ornamen penyusun rumah joglo.
Gambar Rumah Joglo di Pedesaan
Gambar Rumah Joglo di Pedesaan
Gambar Rumah Joglo Di Jawa Tengah
Gambar Rumah Joglo Di Jawa Tengah
Gambar Rumah Joglo Di Jawa Timur
Gambar Rumah Joglo Di Jawa Timur

Rumah Adat Tradisional Jawa Barat

Rumah Adat Trdisional Jawa Barat
Rumah Adat Tradisional Jawa Barat- Melodys Blog's- Asalamualaikum, kali ini saya ingin membahas tentang sejarah dan asal-usul atau asal mula rumah adat tradisional Jawa Barat atau rumah adat suku Sunda dan jenis-jenis rumah adat Jawa Barat. Bagaimana dengan struktur dan fungsi srta manfaat rumah adat sunda ini, nanti kita akan membahas tentang penjelasannya juga juga.

rumah adat Jawa Barat sangat banyak macamnya. Sesuai dengan struktur dan arsitektur yang di lihat dari jenis atapnya. Beda atap beda pula fungsi dan manfaat rumah. Berikut ini contoh rumah adat Jawa Barat yang mempunyai arti berdasarkan bentuk atapnya.

Jenis-jenis Rumah Adat Tradisional Jawa Barat :

1.Badak Heuay
Bentuk atapnya memanjang sepeti togog yang mempunyai bentuk unik yaitu bentuk atap dengan bagaian depan dan belakang yang memanjang sehingga kalau di lihat seperti binatang seekor badak.


2.Jolopong
Jolopong adalah salah satau rumah adat jawa barat yang memiliki bentuk memanjang seperti pelana kuda. Masyarakat sunda sering menyebutnya sebagai "gagajahan atau regol.



  3.Tagog Anjing
Keunikan rumah tipe ini adalah bentuknya yang menyerupai binatang anjing yang sedang duduk.


4.Perahu Kemureb (Nangkub)
Keunikan rumah iniadalah bentuk atabnya yang menyerupai bentuk perahu yang terbalik.


5.Buka Palayu
Dengan desain yang unik dengan teras yang panjang dan luas. Dengan bentuk atap yang hampir sama dengan bentuk atap rumah adat betawi.

6.Capit Gunting
Rumah adat Jawa Barat ini terbilang unik. Karena bentuk dan struktur rumah yang cantik. Ada lagi, yaitu bentuk atap-atapnya yang menyerupai gunting pada unjung atap

7.Julang Ngapak
Nah yang satu ini juga unik yaitu bentuknya yang seperti burung terbang di langit.

 

Rumah Adat Tradisional Jambi

 

Rumah Adat Tradisional Jambi
Rumah Adat Tradisional Jambi- Melodys Blog's- Kali ini saya akan menjelaskan mengenai salah satu rumah adat tradisional di Indonesia yaitu penjelasan tentang rumah adat tradisional Jambi atau yang sering kita dengar dengan nama rumah Panggung. Kita akan membahas mulai dari sejarah dan asal-usul nama rumah panggung itu sendiri dan bagaimana strukur arsitektur bagian-bagian rumah adat, dan bagaimanakah fungsi dan manfaat bagian-bagian rumah tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita ulas filosofi mengenai Rumah Adat Tradisional Jambi (Rumah Panggung)

Sejarah dan Asal-usul Rumah Adat Tradisional Jambi (Rumah Panggung)

Orang Batin adalah salah satu suku bangsa yang ada di Provinsi Jambi. Sampai sekarang orang Batin masih mempertahankan adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka, bahkan peninggalan bangunan tua pun masih bisa dinikmati keindahannya dan masih dipergunakan hingga kini.

Konon kabarnya orang Batin berasal dari 60 tumbi (keluarga) yang pindah dari Koto Rayo. Ke 60 keluarga inilah yang merupakan asal mula Marga Batin V, dengan 5 dusun asal. Jadi daerah Marga Batin V itu berarti kumpulan 5 dusun yang asalnya dari satu dusun yang sama. Kelima dusun tersebut adalah Tanjung Muara Semayo, Dusun Seling, Dusun Kapuk, Dusun Pulau Aro, dan Dusun Muara Jernih. Daerah Margo Batin V kini masuk wilayah Kecamatan Tabir, dengan ibukotanya di Rantau Panjang, Kabupaten Sorolangun Bangko.

Pada awalnya orang Batin tinggal berkelompok, terdiri dari 5 kelompok asal yang membentuk 5 dusun. Salah satu perkampungan Batin yang masih utuh hingga sekarang adalah Kampung Lamo di Rantau Panjang. Rumah-rumah di sana dibangun memanjang secara terpisah, berjarak sekitar 2 m, menghadap ke jalan. Di belakang rumah dibangun lumbung tempat menyimpan padi.

Pada umumnya mata pencaharian orang Batin adalah bertani, baik di ladang maupun di sawah. Selain itu, mereka juga berkebun, mencari hasil hutan, mendulang emas, dan mencari ikan di sungai.

Struktur Bentuk Rumah Adat Tradisional Jambi (Rumah Panggung)

Rumah tinggal orang Batin disebut Kajang Lako atau Rumah Lamo. Bentuk bubungan Rumah Lamo seperti perahu dengan ujung bubungan bagian atas melengkung ke atas. Tipologi rumah lamo berbentuk bangsal, empat persegi panjang dengan ukuran panjang 12 m dan lebar 9 m. Bentuk empat persegi panjang tersebut dimaksudkan untuk mempermudah penyusunan ruangan yang disesuaikan dengan fungsinya, dan dipengaruhi pula oleh hukum Islam.

Sebagai suatu bangunan tempat tinggal, rumah lamo terdiri dari beberapa bagian, yaitu bubungan/atap, kasau bentuk, dinding, pintu/jendela, tiang, lantai, tebar layar, penteh, pelamban, dan tangga.

Bubungan/atap biasa juga disebut dengan 'gajah mabuk,' diambil dari nama pembuat rumah yang kala itu sedang mabuk cinta tetapi tidak mendapat restu dari orang tuanya. Bentuk bubungan disebut juga lipat kajang, atau potong jerambah. Atap dibuat dari mengkuang atau ijuk yang dianyam kemudian dilipat dua. Dari samping, atap rumah lamo kelihatan berbentuk segi tiga. Bentuk atap seperti itu dimaksudkan untuk mempermudah turunnya air bila hari hujan, mempermudah sirkulasi udara, dan menyimpan barang.

Kasau Bentuk adalah atap yang berada di ujung atas sebelah atas. Kasau bentuk berada di depan dan belakang rumah, bentuknya miring, berfungsi untuk mencegah air masuk bila hujan. Kasou bentuk dibuat sepanjang 60 cm dan selebar bubungan.

Dinding/masinding rumah lamo dibuat dari papan, sedangkan pintunya terdiri dari 3 macam. Ketiga pintu tersebut adalah pintu tegak, pintu masinding, dan pintu balik melintang. Pintu tegak berada di ujung sebelah kiri bangunan, berfungsi sebagai pintu masuk. Pintu tegak dibuat rendah sehingga setiap orang yang masuk ke rumah harus menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada si empunya rumah. Pintu masinding berfungsi sebagai jendela, terletak di ruang tamu. Pintu ini dapat digunakan untuk melihat ke bawah, sebagai ventilasi terutama pada waktu berlangsung upacara adat, dan untuk mempermudah orang yang ada di bawah untuk mengetahui apakah upacara adat sudah dimulai atau belum. Pintu balik melintang adalah jendela terdapat pada tiang balik melintang. Pintu itu digunakan oleh pemuka-pemuka adat, alim ulama, ninik mamak, dan cerdik pandai.

Adapun jumlah tiang rumah lamo adalah 30 terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang palamban. Tiang utama dipasang dalam bentuk enam, dengan panjang masing-masing 4,25 m. Tiang utama berfungsi sebagai tiang bawah (tongkat) dan sebagai tiang kerangka bangunan.

Lantai rumah adat dusun Lamo di Rantau Panjang, Jambi, dibuat bartingkat. Tingkatan pertama disebut lantai utama, yaitu lantai yang terdapat di ruang balik melintang. Dalam upacara adat, ruangan tersebut tidak bisa ditempati oleh sembarang orang karena dikhususkan untuk pemuka adat. Lantai utama dibuat dari belahan bambu yang dianyam dengan rotan. Tingkatan selanjutnya disebut lantai biasa. Lantai biasa di ruang balik menalam, ruang tamu biasa, ruang gaho, dan pelamban.

Tebar layar, berfungsi sebagai dinding dan penutup ruang atas. Untuk menahan tempias air hujan, terdapat di ujung sebelah kiri dan kanan bagian atas bangunan. Bahan yang digunakan adalah papan.

Penteh, adalah tempat untuk menyimpan terletak di bagian atas bangunan.

Bagian rumah selanjutnya adalah pelamban, yaitu bagian rumah terdepan yang berada di ujung sebelah kiri. Pelamban merupakan bangunan tambahan/seperti teras. Menurut adat setempat, pelamban digunakan sebagai ruang tunggu bagi tamu yang belum dipersilahkan masuk.

Sebagai ruang panggung, rumah tinggal orang Batin mempunyai 2 macam tangga. Yang pertama adalah tangga utama, yaitu tangga yang terdapat di sebelah kanan pelamban. Yang kedua adalah tangga penteh, digunakan untuk naik ke penteh.

Susunan Arsitektur Rumah dan Fungsi Ruangan

Kajang Lako terdiri dari 8 ruangan, meliputi pelamban, ruang gaho, ruang masinding, ruang tengah, ruang balik melintang, ruang balik menalam, ruang atas/penteh, dan ruang bawah/bauman.

Yang disebut pelamban adalah bagian bangunan yang berada di sebelah kiri bangunan induk. Lantainya terbuat dari bambu belah yang telah diawetkan dan dipasang agak jarang untuk mempermudah air mengalir ke bawah.

Ruang gaho adalah ruang yang terdapat di ujung sebelah kiri bangunan dengan arah memanjang. Pada ruang gaho terdapat ruang dapur, ruang tempat air dan ruang tempat menyimpan.

Ruang masinding adalah ruang depan yang berkaitan dengan masinding. Dalam musyawarah adat, ruangan ini dipergunakan untuk tempat duduk orang biasa. Ruang ini khusus untuk kaum laki-laki.

Ruang tengah adalah ruang yang berada di tengah-tengah bangunan. Antara ruang tengah dengan ruang masinding tidak memakai dinding. Pada saat pelaksanaan upacara adat, ruang tengah ini ditempati oleh para wanita.

Ruangan lain dalam rumah tinggal orang Batin adalah ruang balik menalam atau ruang dalam. Bagian-bagian dari ruang ini adalah ruang makan, ruang tidur orang tua, dan ruang tidur anak gadis.

Selanjutnya adalah ruang balik malintang. Ruang ini berada di ujung sebelah kanan bangunan menghadap ke ruang tengah dan ruang masinding. Lantai ruangan ini dibuat lebih tinggi daripada ruangan lainnya, karena dianggap sebagai ruang utama. Ruangan ini tidak boleh ditempati oleh sembarang orang. Besarnya ruang balik melintang adalah 2x9 m, sama dengan ruang gaho.

Rumah lamo juga mempunyai ruang atas yang disebut penteh. Ruangan ini berada di atas bangunan, dipergunakan untuk menyimpan barang. Selain ruang atas, juga ada ruang bawah atau bauman. Ruang ini tidak berlantai dan tidak berdinding, dipergunakan untuk menyimpan, memasak pada waktu ada pesta, serta kegiatan lainnya.

Perlengkapan dan Kelengkapan dan Ragam Hias Rumah adat Tradisional Jambi

Bangunan rumah tinggal orang Batin dihiasi dengan beberapa motif ragam hias yang berbentuk ukir-ukiran. Motif ragam hias di sana adalah flora (tumbuh-tumbuhan) dan fauna (binatang).

Motif flora yang digunakan dalam ragam hias antara lain adalah motif bungo tanjung, motif tampuk manggis, dan motif bungo jeruk.

Motif bungo tanjung diukirkan di bagian depan masinding. Motif tampuk manggis juga di depan masinding dan di atas pintu, sedang bungo jeruk di luar rasuk (belandar) dan di atas pintu. Ragam hias dengan motif flora dibuat berwarna.

Ketiga motif ragam hias tersebut dimaksudkan untuk memperindah bentuk bangunan dan sebagai gambaran bahwa di sana banyak terdapat tumbuh-tumbuhan.

Adapun motif fauna yang digunakan dalam ragam hias adalah motif ikan. Ragam hias yang berbentuk ikan sudah distilir ke dalam bentuk daun-daunan yang dilengkapi dengan bentuk sisik ikan. Motif ikan dibuat tidak berwarna dan diukirkan di bagian bendul gaho serta balik melintang.

Rumah Tuo

1. Identitas Rumah Tuo

Jambi pernah berada pada masa-masa gundah pencarian identitas diri. Bahkan, gubernur sampai harus menyelenggarakan sayembara untuk memastikan rumah adat macam apa untuk dijadikan identitas negeri "Sepucuk Jambi Sembilan Lurah" ini.

Jambi agak unik dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Nusantara. Jika banyak rumah adat daerah lain mulai menghilang seiring dengan kemajuan zaman, masyarakat Jambi justru tengah menikmati eforia membangun rumah-rumah berarsitektur adat.

Sebenarnya, kegairahan ini sudah dimulai sejak tahun 1970-an, tatkala Pemerintah Provinsi Jambi menetapkan konsep arsitektur rumah yang menjadi ciri khas Jambi. Gambaran jelas tentang wujud rumah adat tersebut dapat kita temukan saat bertandang ke kompleks Kantor Gubernur Jambi di Telanaipura, Kota Jambi.

Tepat pada sisi kanan bangunan kantor kita akan temukan rumah adat bertiang, berwarna hitam, lengkap dengan tanduk kambing bersilang ke dalam pada ujung atapnya. Bangunan dengan arsitektur ini merupakan hasil sayembara yang dimenangi salah seorang arsitek, yang juga pejabat daerah setempat.

Dalam penelusuran Kompas di sebuah permukiman tertua di Jambi belum lama ini, diperoleh data bahwa dari sinilah sesungguhnya identitas Jambi melalui rumah adatnya terkuak. Permukiman ini berlokasi di Dusun Kampung Baru, Kelurahan Rantau Panjang, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin, Jambi.

Masih terdapat 60-an rumah adat berusia sekitar 600 tahun di sana. Permukiman tertua itu dikelilingi ratusan rumah adat sejenis, tetapi usia rumah-rumah tersebut sudah jauh lebih muda. Sangat mengagumkan, betapa masyarakat setempat masih sangat menghargai warisan adat leluhurnya.

Rumah Jambi identik dengan adat Melayu Kuno. Di dalam rumah tergambar tentang hubungan manusia dalam sebuah keluarga inti, keluarga besar, dan masyarakat. Ada penghormatan terhadap nini mamak, jaminan perlindungan bagi anak-anak, hidup berkecukupan dalam keluarga, dan keharmonisan sosial dalam masyarakat. Di sini, etika hidup pun sangat dijunjung.

Rumah tertua di sana disebut Rumah Tuo milik Umar Amra (67), keturunan ke-13 dari Undup Pinang Masak. Ia adalah salah seorang bangsawan Melayu Kuno yang eksodus dari Desa Kuto Rayo, Tabir. Rumah bertiang ini masih kokoh meski tiang-tiang dan kerangkanya dari kayu kulim, yang sangat keras dagingnya itu, sudah berusia 600 tahun.

Menurut pemiliknya, rumah ini dulunya dibangun atas hasil kesepakatan dan gotong royong dari semua anggota keluarga besar. "Ada 19 keluarga pelarian dari Kuto Rayo yang bersama- sama membangun rumah ini. Setelah jadi satu rumah, mereka bersama-sama membangun rumah keluarga yang lain. Begitu seterusnya sampai tuntas dibangun 19 rumah," paparnya.

Kesepakatan para leluhur menetapkan 20 tiang dipancang untuk menegakkan sebuah rumah. Atapnya semula dari daun rumbia, namun kini telah berganti seng. Kolong rumah jadi gudang penyimpanan kayu bakar untuk memasak dan tempat ternak.

Rumah tuo melebar tampak dari muka, dengan tiga jendela besar yang selalu dibuka pemiliknya hingga sore. Begitu cermatnya nenek moyang mereka, sampai-sampai etika diatur melalui penataan jendela.

Etika bertamu diatur oleh hukum adat. Tamu yang bertandang akan masuk ke rumah lewat tangga di sebelah kanan. Untuk tamu yang masih bujang, panggilan anak laki-laki belum menikah yang hendak bertamu, hanya boleh duduk sampai batas jendela paling kanan. Artinya, ia hanya boleh duduk paling dekat pintu masuk dan tidak boleh lebih ke dalam lagi.

Sedangkan yang dapat duduk sedikit lebih dalam, setidaknya sampai ke batas jendela kedua, adalah bujang dari keluarga besar alias punya ikatan keluarga dengan pemilik rumah. Yang dapat masuk ke rumah hingga ke bagian dalamnya adalah kaum pria yang telah menikah dan kaum perempuan.

Bilik melintang pada sisi dalam yang paling kiri adalah wilayah khusus bagi tetua kampung atau tamu kehormatan. Panjang bilik sekitar empat meter. Pada acara-acara rembuk warga, mereka yang duduk dalam bilik melintang akan dapat melihat seluruh tamu, atau tamu-tamu yang baru akan masuk rumah melalui tangga.

2. Satu Bilik

Rumah adat Jambi hanya memiliki satu bilik sebagai ruang tidur. Ini dimaksudkan ada kebersamaan, termasuk saat beristirahat, juga dalam satu ruang. Namun, sebagian besar masyarakat di sana lebih memilih tidur bersama di ruang tamu karena tempatnya lebih luas.

Rumah tuo dibangun tidak hanya sebagai tempat hunian, tetapi juga sebagai jaminan akan keberlangsungan hidup keluarga dan keturunannya. Terdapat lumbung-lumbung padi pada bagian belakang rumah. Satu keluarga bisa memiliki dua hingga tiga lumbung yang menyimpan berton-ton gabah hasil panen, dan tahan selama puluhan tahun. Selama itu masyarakat setempat tak pernah kekurangan pangan.

Sejumlah peralatan tradisional juga masih ditemukan di sana. Ada ambung terbuat dari anyaman rotan, dipakai untuk mengangkut hasil tanaman, selalu dipanggul di belakang punggung. Makanan dinikmati bersama dari tapan, bakul nasi yang juga dari hasil anyaman. Sedangkan peralatan dari kayu-kayuan adalah lesung, dan wadah penerangan yang biasa mereka sebut lampu Aladin.

Menurut Rio Kasim, pemangku adat setempat, rumah-rumah tersebut dibangun oleh para eksodan warga Melayu Kuno yang sebelumnya menempati kampung lain di kecamatan yang sama. Tujuannya mencari tempat aman.

Permukiman ini kemudian semakin berkembang. Namun, dalam perkembangannya, masyarakat tetap menjaga kelestarian rumah adat. Warga yang hendak membangun rumah baru juga mengacu kepada arsitektur adat setempat. Hanya saja kayu yang digunakan tidak lagi kayu kulim karena sudah semakin langka.

Meski terkesan tidak jauh berbeda dari arsitektur rumah adat Minang, ciri khas rumah adat Jambi dapat ditemukan pada sudut atapnya yang dipasang tanduk kambing, yaitu kayu bersilang menghadap ke dalam. Tanda ini menandakan rumah tersebut memiliki nini mamak sebagai pengayom.

Umar Amra mengungkapkan, tak ada keinginan dari dirinya untuk mengubah wujud rumah, kecuali mengganti atapnya menjadi seng, sekadar alasan kepraktisan. "Kalau atap dari rumbia harus diganti terus tiap dua atau tiga tahun sekali. Seng lebih awet," tuturnya.

Ia mengaku bangga dengan rumah yang dimilikinya. Rumah yang masih kokoh ditempati bersama istri dan anak-anaknya tersebut kini sering menjadi tempat studi kalangan mahasiswa, peneliti, atau pejabat daerah yang ingin mengenal lebih jauh tentang rumah adat Jambi.

Setiap kali memasuki permukiman rumah tua itu, kita seakan kembali ke masa lalu. Keklasikan rumah-rumah yang saling berderet, lengkap dengan cara hidup dan tradisi masyarakatnya, sungguh memberi kesempurnaan akan gambaran adat Jambi. Di sinilah identitas Jambi kami dapatkan.

Rumah Tradisional Provinsi Papua Barat

Papua yang dulunya bernama Irian Jaya ini memang selalu penuh dengan keunikan tersendiri.  Tidak hanya pesona alamnya yang luar biasa tapi juga keragaman dari suku dan penduduk aslinya.  Rumah Adat Papua yang terkenal adalah rumah adat Honai.
Jangan heran lho kalau di Papua ini ternyata ada lebih dari 300 suku aslinya.  Karena hidupnya masih berkelompok dan sebagian masih nomaden atau berpindah-pindah tempat, kebanyakan dari suku di Papua ini tidak dapat ditemui dalam satu tempat saja.

Rumah adat Provinsi Papua dan Papua Barat memiliki bentuk dan nama yang sama; disebut rumah adat papua. Sebenarnya rumah adat Papua hanya satu bentuk, walaupun berbeda suku dengan bahasa dan cara hidup yang berbeda pula.  Rumah Honai ini ini terbuat dari kayu dan jerami, dimana bahan-bahannya ini mudah sekali diperoleh dari alam sekitar.
Satu rumah adat Papua digunakan untuk satu kelompok besar yang terdiri dari beberapa keluarga.  Laki-laki maupun perempuan dan anak-anak tinggal dan tidur dalam satu rumah.  Atau bisa juga dalam satu rumah terdiri dari satu kepala keluarga dengan beberapa istri dan anak-anak.  Ini menandakan kebersamaan.
Hanya saja, bagi orang Papua, ternak merupakan harta kekayaan yang paling berharga.  Ternak itu adalah babi.  Hewan ini ikut tinggal dan tidur bersama mereka di dalam rumah.  Nah, bisa Anda bayangkan betapa penuhnya satu rumah tersebut !
Rumah adat Papua ini berbentuk lingkaran dengan atap yang sedikit menjulang di tengahnya seperti setengah tempurung kelapa.  Bentuk atapnya yang unik karena bagian dalamnya dibuat bertingkat di sisi atas yang di gunakan sebagai tempat tidur.
Pintu rumah adat Papua ini hanya satu dan kecil.  Biasanya mereka tidak membuat jendela ataupun lubang ventilasi yang lain.  Hal ini disebabkan untuk menghindar dari binatang buas dan untuk menjaga agar suhu dalam ruangan rumah tidak terlalu dingin.
Di dalam ruangan, tepat di tengah ruangan terdapat tungku api yang berfungsi sebagai tempat masak juga sebagai pemanas ruangan.  Disinilah tempat berkumpulnya keluarga.
Wisata Rumah Adat Papua
obyek wisata yang menarik wisatawan.  Tidak heran jika rumah adat Papua kini dengan mudah bisa kita temui di daerah yang terdekat.  

Rumah Kaki Seribu Khas Papua Barat

Di dalam satu area anjungan provinsi, terdapat beberapa bangunan terpisah-pisah. Biasanya bangunan berbentuk rumah adat, lengkap dengan lumbung bahkan balai.
Namun, cobalah tengok ke area tepat di seberang anjungan Sulawesi Utara di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur. Ada satu deret yang berisikan berbagai rumah adat. Berbeda dengan anjungan lain, setiap rumah adat merepresentasikan satu provinsi.
Ya, bisa dibilang inilah area anjungan provinsi-provinsi terbaru Indonesia. Sayang, Kalimantan Utara yang baru saja resmi menjadi provinsi, belum memiliki anjungan di kawasan ini.
Jika dilihat dari depan, diurutkan dari kiri sampai kanan adalah anjungan Provinsi Papua Barat, Sulawesi Barat, Kepulauan Riau, Gorontalo, Maluku Utara, Banten, dan Kepulauan Bangka Belitung. Mari melongok ke salah satu anjungan baru tersebut.
Anjungan Papua Barat menempati bangunan permanen layaknya rumah modern yang menggunakan semen dan bata. Aksen ukiran khas suku-suku Papua Barat tampak di depan pintu masuk dengan warna-warni cerah. Ada taman kecil menambah asri bangunan.
Agak terkesan tak lazim karena umumnya rumah adat di Papua berbahan kayu. Sukirin, penjaga anjungan Papua Barat, menuturkan bahwa memang rumah adat dari suku-suku yang mendiami Papua Barat pun terbuat dari kayu.
"Ya, memang ini tidak mengikuti rumah adat di Papua Barat. Sengaja bangunan modern. Aslinya rumah adat dari kayu," tutur Sukirin.
Sukirin sendiri aslinya berasal dari Raja Ampat, sebuah kabupaten di Papua Barat. Ia lalu menunjukkan rumah adat khas Papua Barat. Sebuah maket rumah adat menunjukkan rumah panggung sederhana.
Uniknya tiang-tiang penyangga rumah berjumlah banyak. Berbeda dengan rumah panggung dari Sumatera atau Sulawesi yang hanya mengisi sisi-sisi terdepan. Tiang penyangga rumah adat dari Papua Barat tersebut seakan mengisi seluruh ruang di bawah rumah.
"Ini namanya Rumah Kaki Seribu karena tiang penyangganya banyak. Tidak sampai seribu, sih. Rumah adat ini dari Suku Arfak, suku terbesar di Papua Barat," jelas Sukirin.
rumah-papua-barat
Rumah kaki seribu, rumah adat di Papua Barat. (DIANA TRI)
Selain maket rumah adat, pengunjung juga bisa melihat aneka tumbuhan khas Papua Barat seperti kayu manis dan buah merah. Lalu ada sarang semut yang diolah untuk obat. Ada pula telur burung kasuari yang ukurannya sangat besar. Telur tersebut dipenuhi ukiran khas suku setempat.
Di dalam anjungan juga terdapat peta kawasan Papua Barat, termasuk brosur-brosur pariwisata. Seperti halnya sebagian besar anjungan-anjungan di TMII, anjungan Papua Barat ibarat peta wisata. Jika ada niat berkunjung ke Papua Barat, cobalah mampir dulu di anjungan Papua Barat TMII sebagai perkenalan pertama pada Papua Barat.

 

 

Rumah Adat Palembang

Rumah adat / rumah tradisional orang Palembang mempunyai sebutan Rumah Bari yang  benama asli Rumah Limas, pada umumnya berbentuk dasar hampir sama dengan rumah-rumah adat yang ada di sebagian daerah di Nusantara, yaitu rumah panggung, dan material yang digunakan pada umumnya dari kayu.
Bari dalam bahasa Palembang berarti lama / lawas  / kuno dan bernama Rumah Limas karena bentuk atapnya yang berbentuk limas. Palembang berlokasi di provinsi Sumatera Selatan adalah salah satu daerah yang memiliki karakteristik alam yang lekat dengan perairan tawar, baik itu rawa maupun sungai, ini yang manjadi faktor utama kenapa masyarakat disana membangun rumah panggung. Rumah panggung secara fungsional memenuhi syarat mengatasi kondisi rawa dan sungai seperti di Palembang. Letak geografis dari Palembang dibelah oleh sungai Musi dan dikelilingi ratusan anak sungai, rawa-rawa di sebagian besar wilayah daratannya. Pada tepian sungai banyak terdapat Rumah Limas yang pintunya menghadab ke sungai, dan alat transportasi air seperti perahu, kapal dan getek menjadi alat transportasi utama yang banyak digunakan mayarakat di tepian sungai.
Sebutan untuk Sungai-sungai yang bermuara ke Sungai Musi adalah Batanghari Sembilan terdiri dari Sungai Ogan, Sungai Komering, Sungai Lematang, Sungai Enim, Sungai Hitam, Sungai Rambang dan Sungai Lubay. Seiring perkembangan zaman, dan perubahan pola hidup masyarakat Palembang, lingkungan perairan sungai dan rawa justru semakin menyempit. Rumah- rumah limas yang tadinya berdiri bebas di tengah rawa atau di atas sungai akhirnya dikepung perkampungan.
Rumah Limas dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan bentuk pada lantainya, yang pertama Rumah Limas yang dibangun dengan ketinggian lantai yang berbeda, dan yang kedua Rumah Limas dengan ketinggian lantainya sama atau sejajar. Rumah Limas yang lantainya sejajar ini kerap disebut rumah ulu.
Rumah adat Palembang Rumah Limas
Rumah adat Palembang Rumah Limas
Bagi pemilik rumah yang masih memerhatikan perbedaan kasta dalam keturunan adat Palembang, mereka akan membuat lantai bertingkat untuk menyesuaikan kasta tersebut. Lantai Rumah Limas yang bertingkat itu pada umumnya dibuat menjadi tiga tingkat sesuai dengan urutan keturunan masyarakat Palembang, yaitu Raden, Masagus, dan Kiagus.
Pada umumnya bentuk Bangunan Rumah Limas memanjang ke belakang. Ukuran bangunan rumah bervariasi ada yang mempunyai lebar sampai 20 meter dengan panjang mencapai 100 meter. Semakin besar ukuran Rumah Limas semakin besar dan terpandanglah status sosial sipemilik rumah tersebut.
rumah bari
rumah bari
Bangunan Rumah Limas memakai bahan dasar dari kayu Unglen atau Merbau, kayu ini dipilih karena kayu tersebut mempunyai karakteristik tahan akan air. Dindingnya terbuat dari papan-papan kayu yang disusun tegak. Pada bagian depan terdapat dua tangga dari kiri dan kanan ada yang saling berhadapan bertemu jadi satu dibagian ujung atas menuju teras rumah ada juga yang berlawanan arah dari kiri dan kanan.
Bagian teras rumah biasanya dikelilingi pagar kayu berjeruji yang disebut tenggalung. pagar tersebut mempunyai Makna filosofis untuk mencegah supaya anak gadis tidak keluar dari rumah. Pintu masuk ke dalam rumah culup unik, terbuat dari kayu jika dibuka lebar akan menempel pada langit-langit teras. Untuk menopangnya, digunakan kunci dan pegas.
Bagian dalam terdapat ruang tamu yang cukup luas dan ini merupakan bagian terluas dari Rumah Limas, yang disebut kekijing. Ruangan ini menjadi pusat kegiatan berkumpul jika ada hajatan. Ruang tamu juga berfungsi sebagai ruang pamer untuk menunjukkan kemakmuran pemilik rumah. Pada umumnya dinding ruangan di cat dominasi warna merah, hitam, coklat tua dan selalu dihiasi dengan ukiran-ukiran bermotif flora yang dicat dengan warna emas. Tak jarang juga, pemilik rumah yang mampu menggunakan bahan dari timah dan emas sunguhan untuk mengecat ukiran dan lampu-lampu gantung antik pada ruangan tersebut sebagai aksesori.

Rumah Adat Sumatera Barat Struktur dan Fungsi

Rumah Gadang atau Rumah Godang adalah nama untuk rumah adat Minangkabau yang merupakan rumah tradisional dan banyak di jumpai di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama Rumah Bagonjong atau ada juga yang menyebut dengan nama Rumah Baanjung.

Rumah dengan model ini juga banyak dijumpai di Negeri Sembilan, Malaysia. Namun demikian tidak semua kawasan di Minangkabau (darek) yang boleh didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang sudah memiliki status sebagai nagari saja Rumah Gadang ini boleh didirikan. Begitu juga pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga dahulunya tidak ada yang didirikan oleh para perantau Minangkabau.
Rumah Gadang

Asal-usul rumah Gadang

Bentuk atap rumah gadang yang seperti tanduk kerbau sering dihubungkan dengan cerita Tambo Alam Minangkabau. Cerita tersebut tentang kemenangan orang Minang dalam peristiwa adu kerbau melawan orang Jawa.
Bentuk-bentuk menyerupai tanduk kerbau sangat umum digunakan orang Minangkabau, baik sebagai simbol atau pada perhiasan. Salah satunya pada pakaian adat, yaitu tingkuluak tanduak (tengkuluk tanduk) untuk Bundo Kanduang.
Asal-usul bentuk rumah gadang juga sering dihubungkan dengan kisah perjalanan nenek moyang Minangkabau. Konon kabarnya, bentuk badan rumah gadang Minangkabau yang menyerupai tubuh kapal adalah meniru bentuk perahu nenek moyang Minangkabau pada masa dahulu. Perahu nenek moyang ini dikenal dengan sebutan lancang.
Menurut cerita, lancang nenek moyang ini semula berlayar menuju hulu Batang Kampar. Setelah sampai di suatu daerah, para penumpang dan awak kapal naik ke darat. Lancang ini juga ikut ditarik ke darat agar tidak lapuk oleh air sungai.
Lancang kemudian ditopang dengan kayu-kayu agar berdiri dengan kuat. Lalu, lancang itu diberi atap dengan menggantungkan layarnya pada tali yang dikaitkan pada tiang lancang tersebut. Selanjutnya, karena layar yang menggantung sangat berat, tali-talinya membentuk lengkungan yang menyerupai gonjong. Lancang ini menjadi tempat hunian buat sementara. Selanjutnya, para penumpang perahu tersebut membuat rumah tempat tinggal yang menyerupai lancang tersebut. Setelah para nenek moyang orang Minangkabau ini menyebar, bentuk lancang yang bergonjong terus dijadikan sebagai ciri khas bentuk rumah mereka. Dengan adanya ciri khas ini, sesama mereka bahkan keturunannya menjadi lebih mudah untuk saling mengenali. Mereka akan mudah mengetahui bahwa rumah yang memiliki gonjong adalah milik kerabat mereka yang berasal dari lancang yang sama mendarat di pinggir Batang Kampar.

Struktur Rumah Gadang

Sistem struktur dan arsitektur rumah gadang, tidak hanya indah, tapi adalah sebuah sintesa. Semua itu didapat dari alam. Di alam, misalnya, tidak ada garis lurus, hal itu diadopsi rumah gadang rumah gadang dibangun berangkat dari filosofi adat Minangkabau yang berguru pada alam.

Pertama, rumah gadang menggunakan sistem pasak, tidak dipaku mati. Hal ini membuat strukturnya akan ikut bergoyang elastis mengikuti gerakan, bila gempa terjadi, namun tidak terlepas."

Di bagian bawah, tiang rumah gadang tidak langsung terhubung ke tanah. "Di bawah tiang ada batu sandi, yang akan meredam getaran dari bawah saat terjadi gempa," kata Dahrizal yang akrab dipanggil Mak Katik ini.

Pada bagian atas, menurutnya, atap rumah gadang terbuat dari bahan ijuk yang ringan. "Sehingga, mengurangi beban berat bagi bangunan. Sekarang banyak yang mengganti dengan seng, yang juga relatif ringan. Tapi, tidak ada rumah gadang yang beratap genteng yang berat," kata Mak Katik.

Senada dengan itu, peneliti konstruksi rumah gadang Darmansyah mengatakan, rumah gadang aman dari gempa karena sistem material dan sistem konstruksinya yang terukur.

Dari sisi materialnya, rumah gadang dibuat dari kayu-kayu terpilih yang cocok. Tiang dibuat dari kayu yang keras, kuat dan tahan lama. Begitupun untuk dinding, kuda-kuda dan atap dipilih dari bahan yang baik dan tersedia di Minangkabau

Fungsi Rumah Gadang

Rumah Gadang berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat acara adat. Ukuran ruang tergantung dari banyaknya penghuni di rumah itu. Namun, jumlah ruangan biasanya ganjil, seperti lima ruang, tujuh, sembilan atau lebih. Sebagai tempat tinggal, rumah gadang mempunyai bilik-bilik dibagian belakang yang didiami oleh wanita yang sudah bekeluarga, ibu-ibu, nenek-nenek dan anak-anak.
Fungsi rumah gadang yang juga penting adalah sebagai iringan adat, seperti menetapkan adat atau tempat melaksanakan acara seremonial adat seperti kematian, kelahiran, perkawinan, mengadakan acara kebesaran adat, tempat mufakat dan lain-lain. Perbandingan ruang tempat tidur dengan ruang umum adalah sepertiga untuk tempat tidur dan dua pertiga untuk kepentingan umum. Pemberian ini memberi makna bahwa kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi.

Nilai Budaya

Masyarakat minangkabau adalah masyarakat yang berbudaya, tidak adanya satu kegiatanpun dalam keseharian masyarakat minangkabau yang terlepas dari adat istiadat yang mereka pegang teguh selama ini.
Sistem kekerabatan matrilinial yang meraka anut selama juga memberikan dampak serta pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan bermasyarakat masyarakat minangkabau ini. Rumah gadang, yang merupakan salah satu artefak kebudayaan minangkabau juga banyak dipengaruhi oleh sistem matrilinial tersebut. 
Rumah gadang merupakan salah satu bentuk dari hasil kebudayaan masyarakat minangkabau yang betul-betul lahir atas konsekuensi sistem matrilinial yang dianut oleh masyarakat minangkabau. Salah satunya secara jelas dapat kita lihat pada setting ruang dalam rumah gadang, seperti sistem penggunaan kamar serta tidak adanya tempat bagi anak laki-laki mereka pada rumah gadang tersebut.
Semakin meningkatnya aktifitas dan semakin beragamnya kebutuhan masyarakat minangkabau, tidak menutup untuk terjadinya transformasi pada rumah gadang. Sebagai masyarakat yang dinamis dan menganut falsafah hidup ’alam takambang jadi guru’ telah mengisyaratkan bahwa masyarakat minangkabau adalah masyarakat yang selalu membuka diri terhadap perubahan dan akan berkembang sesuai dengan tuntutan hidup dan peningkatan aktifitas masyarakatnya.
Rumah gadang, sebagai salah satu artefak dari kebudayaan minangkabau merupakan salah satu produk budaya bernilai tinggi serta merupakan jati diri dan identitas bagi masyarakat maupun adat istiadat minangkabau.

 

Rumah Adat Papua dan Uraiannya

RUMAH HONAI ADAT PAPU TRADISIONAL INDONESIA
Dengan tinggi sekitar 2 – 2.5 meter, rumah adat dari Papua terdiri dari 2 lantai. Lantai pertama biasanya terdiri dari kamar-kamar dan digunakan sebagai tempat tidur, dan lantai kedua digunakan sebagai tempat beraktifitas: ruang santai dan lain-lain. Di tengah ruangan di lantai pertama terdapat api unggun yang digunakan untuk menghangatkan diri. Rumah adat Papua Honai  merupakan rumah dengan arsitektur yang sederhana, inti dari rumah ini adalah rumah yang melindungi orang-orang yang tinggal di dalamnya dari udara dingin, tanpa fungsi rumit lainnya. Kesederhanaan ini mungkin yang dijadikan patokan utama bagi suku Dani untuk membangun rumah Honai mereka, karena mereka termasuk jenis suku yang kerap kali berpindah tempat. Kesederhanaan desain dan bentuk Honai memudahkan mobilitas mereka.
Jenis-Jenis Rumah Adat Papua
Rumah Adat Papua
Rumah Honai terdiri dari 3 jenis, yaitu rumah untuk para lelaki (disebut Honai), rumah untuk para wanita (disebut Ebei), dan rumah untuk ternak mereka, babi (disebut Wamai). Ada juga beberapa orang Papua yang tidak lagi tinggal di rumah adat Papua seperti pakem yang dulu ada, dan tinggal bersamaan antar anggota keluarga inti, namun ternak/babi selalu mendapatkan rumah tersendiri. Bagi orang Papua, ternak merupakan harta yang sangat berharga.
Rumah adat provinsi Papua sebenarnya hanya ada 1 jenis saja, yaitu Honai itu sendiri. Jika terdapat beberapa perbedaan, itu dikarenakan perbedaan daerahnya saja dan perbedaannya tidak begitu mencolok. Rumah Honai dibuat berkelompok, karena kadang satu keluarga membutuhkan lebih dari satu rumah untuk tempat ternak mereka tinggal, dan anak-anak yang sudah akil baligh/dewasa. Dilihat dari arsitekturnya yang sederhana, rumah ini berbentuk hampir seperti kerucut dengan batu-batu kecil mengelilingi rumah tersebut.
Keunikan khasanah kebudayaan bangsa tercermin dari banyaknya jenis rumah yang ada di Indonesia. Walaupun Honai merupakan rumah asli suku Dani, kita dapat menjumpainya di beberapa museum yang tersebar di Indonesia dikarenakan banyak juga orang yang penasaran atau ingin tahu jenis rumah suku Dani papua ini. Honai dan rumah-rumah adat suku lainnya merupakan bukti kekayaan budaya bangsa kita yang patut kita ketahui. Jika ingin mengetahui lebih banyak tentang rumah adat Papua, anda bisa mencarinya di internet dengan mencari rumah adat Papua wikipedia.

Rumah Adat Aceh dan Kemampuan Ekonomi Warga Aceh

rumah adat aceh Jika di Bali hampir semua rumah mempunyai ornamen ukiran yang terdapat dalam rumah adat tersebut, tidak semua rumah adat Aceh memiliki ukiran, dan kalaupun rumah-rumah tersebut memiliki ukiran bentuknya tidak sama. Hal ini bergantung pada kemampuan ekonomi si empunya rumah. Jika pemilik rumah mempunyai kemampuan ekonomi yang di atas rata-rata, biasanya mereka akan memiliki rumah dengan ukir-ukiran yang bagus dan mewah. Begitu juga sebaliknya, bagi orang yang mempunyai kemampuan ekonomi pas-pas an atau rata-rata, maka tidak terdapat begitu banyak ukir-ukiran di rumahnya.
Menurut keterangan banyak warga Aceh, jumlah rumah adat Aceh yang ada di Aceh saat ini menurun drastis. Kebanyakan warga Aceh lebih memilih untuk tinggal di rumah modern. Hal tersebut dikarenakan banyak warga merasa rumah Krong Bade membutuhkan dana yang tidak sedikit dalam pembangunannya, juga butuh banyak tenaga untuk proses perawatannya. Fenomena ini sudah berlangsung sejak 30 tahun hingga sekarang. Hungga tahun 1980, orang-orang Aceh masih bisa mendapatkan kayu sebaga material utama dalam membangun Krong Bade. Sekarang, orang-orang lebih memilih membangun rumah modern karena jumlah biaya yang digunakan separuh dari uang yang dikeluarkan untuk Krong Bade.

Anatomi Rumah Adat Aceh

rumah adat tradisional aceh
Pada jaman dahulu kala, rumah adat Aceh atapnya terbuat dari daun rumbia. Jadi jika ada kasus kebakaran, pemilik rumah bisa langsung memotong bagian daun yang terbakar, tanpa kesulitan. Dan di depan rumah biasanya terdapat guci atau gentong tempat menyimpan air. Gentong air ini digunakan untuk menyimpan air untuk cuci kaki/membersihkan kaki jika seseorang ingin memasuki rumah. Karena letak rumah ini beberapa cm di atas tanah, maka rumah ini membutuhkan tangga bagi orang-orang yang ingin memasuki rumah; dan jumlah anak tangga biasanya ganjil.
Krong Bade atau Rumoh Aceh adalah rumah adat yang unik, yang mempunya kekhasan seperti kebanyakan rumah adat di Indonesia. Rumah dengan arsitektur klasik dan terbuat dari kayu dan dipercantik dengan ukir-ukiran ini ternyata tidak terlalu diminat lagi oleh penduduk Aceh yang sudah tersentuh arus modernitas. Hal ini dikarenakan dalam membangun rumah ini dibutuhkan banyak sekali biaya dan tenaga dalam pemeliharaannya. Rumah adat Aceh merupakan jenis rumah yang membutuhkan perawatan dan kemampuan ekonomi ekstra dalam proses pembuatannya, karena materi dasar pembuatannya adalah kayu dan saat ini sudah agak sulit bagi masyarakat Indonesia pada umumnya untuk mendapatkan kayu.

Alat Musik Tradisional Sulawesi Tengah

 

Sebelum kita masuk ke pembahasan dan informasi tentang alat musik tradisional asal Sulawesi Tengah, saya punya sedikit informasi yang menarik mengenai sejarah dari Provinsi yang satu ini. Menurut saya sejarah dari Provinsi yang beribukotakan palu ini perlu diangkat karena memiliki nilai-nilai sejarah yang dapat menjadi pelajaran dan memperluas wawasan kita.
alat musik tradisional sulawesi tengah
Perlu diketahui juga bahwa Provinsi Sulawesi Tengah adalah Provinsi yang paling besar di Sulawesi. Luas daratannya saja hampir mencapai 69 km2 yang terdiri dari bagian semenanjung timur dan utara serta beberapa pulau di Teluk Tomini dan Teluk Tolo.
Disamping itu, pelabuhan di Sulawesi Tengah juga terkenal sering menjadi tempat persinggahan kapal-kapal asing yang berasal dari Spanyol, Portugis yang terjadi sekitar 500 tahun yang lalu. Dalam sejarah tercatat pada tahun 1580 penjelajah laut bernama Francis Drake yang pernah mengelilingi dunia dengan kapalnya juga pernah singgah di salah satu pulau kecil yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Tengah ini.
Pada masa penjajahan Belanda di sana, yang terjadi sekitar tahun 1905, saat itu Provinsi Sulawesi Tengah dibagi menjadi tiga wilayah oleh Belanda yang masing-masing dikuasi oleh seorang Raja yang diberi kewenangan penuh. Tiga wilayah itu adalah wilayah barat, wilayah Timur, dan wilayah tengah. Wilayah Barat itu yang sekarang adalah Kabupaten Donggala dan Buol Toli toli. Bagian wilayah Barat adalah bagian Donggala Timur dan termasuk bagian Selatan poso. Sedangkan Baubau menjadi pusat dari bagian Wilayah Timur saat itu.
Lalu sekitar tahun 1964 terbentuklah Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan penggantian UU No.2 Tahun 1964 oleh Pemerintah kita. Provinsi Sulawesi Tengah dibuat memiliki empat Kabupaten, yaitu Kabupaten Donggala, Kabupaten Buol Toli toli, Kabupaten Baggai dan Kabupaten Poso.
Dan bicara soal kebudayaan dan kesenian, sebenarnya banyak juga kebudayaan yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah ini. Beberapa diantaranya juga terus dilestarikan turun temurun, baik berupa musik-musik tradisional, tari-tarian, dan tidak ketinggalan juga alat musik tradisionalnya.
Khusus di dalam artikel ini saya akan menuliskan beberapa alat musik tradisional Sulawesi Tengah berikut ini.
 

Penjelasan Tentang Alat Musik Sulawesi Tengah

Ganda
Ganda/ Kanda adalah nama alat musik pukul yang biasa kita kenal dengan gendang yang memiliki dua buah kulit menutupi kedua sisinya. Hampir semua pemuda maupun anak anak dapat bermain Ganda
Ganda adalah alat musik tradisional yang di Sulawesi juga disebut dengan nama “Kanda”. Alat musik ini merupakan jenis alat musik pukul seperti gendang namun berukuran lebih kecil dan lebih ramping dibanding dengan Gendang Jawa. Ganda ini juga memiliki bunyi yang hampir sama dengan gendang kecil yang berasal dari provinsi lainnya. Tidak sulit untuk memainkan alat ini, cukup dengan memukul bagian kulit di ujung kayunya saja.
 
Suling
Suling yang satu ini tidak beda juga dengan suling tradisional yang berasal dari Provinsi lain di Indonesia. Biasanya terbuat dari bambu dan dibuat dengan berbagai ukuran dan model.
 
Gong
Gong juga digunakan di Sulawesi Tengah sebagai salah satu instrumen musik tradisional. Biasanya terbuat dari logam atau tembaga yang tengahnya lebih cembung sebagai tempat untuk memukul Gong tersebut. Dinamakan Gong karena identik dengan bunyinya yang seakan-akan berbunyi suara “Gong.. Gong… Gong”.
 
Gendang
Seperti pada umumnya, gendang adalah alat musik tradisional Sulawesi Tengah yang biasa digunakan dengan perpaduan berbagai alat musik tradisional di atas untuk memainkan musik-musik tradisional yang bersifat hiburan khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah.
 

Alat Musik Tradisional Sulawesi Selatan
Alat musik tradisional  Sulawesi  terbagi menjadi 2 daerah yaitu daerah Bugis dan daerah Makasar. Sebenarnya kedua daerah ini memiliki alat musik yang sama. Hanya saja letak perbedaannya terdapat p ada penyebutan alat musik.
  1. Idiokardo/Gendang Bulo
Idiokardo adalah sebutan dari daerah Bugis. Gendang Bulo adalah sebutan dari daerah Makasar. Alat musik ini merupakan alat musik gendang yang tidak mempunyai membran. Cara memainkannya dengan cara dipukul-pukulkan pada suatu benda.
2. Rebana / Terbang
Rebana adalah sebutan dari daerah Bugis. Terbang merupakan sebutan dari daerah Makasar. Alat musik ini merupakan alat musik gendang yang menggunakan membran. Bahannya dibuat dari kayu seperti kayu batang pohon cendana, pohon nangka, pohon kelapa dan kayu jati. Bahan yang digunakan mempengaruhi  karakter bunyi yang dihasilkannya karena kayu tersebut berfungsi sebagai tabung suara atau ruang resonansi. 

3. Basi – Basi/Klarinet
Basi-basi adalah sebutan dari daerah Bugis. Klarinet adalah sebutan dari daerah Makasar. Alat musik ini merupakan alat musik sejenis alat musik tiup yang dipasang rangkap.

4. Kacaping / Kecapi
Kacaping adalah sebutan dari daerah Bugis. Kecapi adalah sebutan dari daerah Makasar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan/diciptakan oleh seorang pelaut,sehingga bentuknya menyerupai perahu yang memiliki 2 dawai,dawai diambil karena  penemuannya dari tali layar perahu. Cara memainkannya dengan cara dipetik. Dahulu kecapi sangat digemari dikalangan tua dan muda, dapat menjadi pelipur lara dikala gundah ataupun teman bersuka ria. Seiring perjalanan zaman pemainan kecapi sebagai sarana hiburan tampil berdasar pada permintaan masyarakat. Contohnya pada acara penjemputan para tamu, perkawinan,hajatan,bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
Kecapi dapat dimainkan oleh satu orang dapat juga secara berkelompok dalam bentuk ansambel sejenis. Juga dapat dimainkan bersama dengan alat musik tradisional lainnya seperti gendang, suling, gong, biola, mandaliong, katto-katto dan lain-lain. Adakalanya disertai penyanyi laki-laki atau penyanyi perempuan. Permainan kecapi juga digunakan sebagai pengiring tarian.

5. Tolindo / Popondi
Tolindo adalah sebutan dari daerah Bugis. Popondi adalah sebutan dari daerah Makasar. Alat musik ini terbuat dari kayu yang berbentuk busur seperti tanduk kerbau atau tanduk sapi yang bertumpu pada sebuah tempurung kelapa, di ujungnya atas bagian tanduk dipasang 1 buah senar . Memainkannya  dengan cara dipetik.
6. Alosu
Alosu merupakan alat musik berupa kotak anyaman yang di dalamya diisi biji-bijian. Cara memainkannya dengan digoyang-goyangkan.

7. Anak Becing
Alat musik ini merupakan alat musik  yang terbuat dari batang  logam. Bentuknya seperti pendayung. Cara memainkannya dengan cara di gerak-gerakkan.

8. Keso
Keso merupakan alat musik sejenis rebab. Letak perbedaannya dengan rebab adalah Keso mengunakan 2 dawai. Cara memainkannya dengan cara digesek.

9. Suling Lembang
Suling lembang merupakan alat musik sejenis seruling  panjang dari Sulawesi Selatan .Panjangnya 50 - 100 cm dan dengah garis tengah 2 cm.

10. Puik – Puik/Puwi-Puwi
Puik – Puik merupakan alat musik tiup semacam  terompet. Alat musik ini juga serupa dengan alat musik serunai  dari Sumatera.Di Jawa Barat dengan nama Tarompet, di Jawa Timur dengan nama Sronen, di Sulawesi Selatan dengan nama Puwi-puwi.